Di antara beragam bahan pangan lokal yang sering kita temui di dapur Nusantara, ada satu jenis kacang yang selalu menarik perhatian bukan hanya karena rasanya, tapi karena keunikannya saat dimasak. Kacang ini punya kebiasaan ‘meledak’ ketika dipanaskan, menimbulkan suara kecil yang mengejutkan namun juga menghibur. Ya, itulah kacang melinjo—bahan baku utama emping yang ternyata juga menyimpan manfaat besar untuk kesehatan tubuh.
Melinjo, atau dalam bahasa daerah dikenal sebagai “belinjo”, berasal dari pohon melinjo yang banyak tumbuh di daerah tropis, termasuk Indonesia. Buahnya kecil, berbentuk lonjong, dan biasanya dipanen ketika warnanya mulai kemerahan. Ketika digoreng atau dipanggang tanpa minyak, biji ini akan mengalami peningkatan tekanan dari dalam karena adanya uap air yang terjebak. Saat tekanan itu tak lagi tertahan, kulit biji akan pecah dengan suara letupan kecil. Bagi mereka yang belum terbiasa, ini bisa terdengar mengejutkan, tetapi sebenarnya fenomena ini cukup alami dan aman selama pengolahannya dilakukan dengan hati-hati.
Namun, di balik keunikan tersebut, melinjo menawarkan nutrisi yang layak dipertimbangkan. Meskipun ukurannya kecil, kacang melinjo mengandung protein nabati yang cukup tinggi, sehingga bisa menjadi tambahan sumber protein dalam pola makan harian. Bukan hanya itu namun melinjo mengandung banyak sekali nutrisi yang bagus untuk tubuh, serat dalam kacang ini bisa membantu pencernaan dan pembentukan sel darah merah.
Melinjo juga dipercaya dapat melindungi sel tubuh dari zat berbahaya. Kandungan inilah yang menjadikan melinjo kian menarik dalam dunia kesehatan, karena antioksidan juga berkontribusi dalam menjaga daya tahan tubuh, memperlambat penuaan sel, dan bahkan mencegah beberapa penyakit kronis. Ditambah lagi, biji melinjo mengandung senyawa alami yang diketahui dapat membantu menurunkan kadar gula darah, sehingga bisa menjadi camilan sehat bagi mereka yang sedang menjaga pola makan.
Sayangnya, meskipun banyak manfaat yang ditawarkan, melinjo juga sering menjadi kontroversi karena kaitannya dengan kadar asam urat. Konsumsi melinjo dalam jumlah berlebihan memang dapat memicu peningkatan kadar purin dalam tubuh, yang pada beberapa orang bisa menyebabkan gangguan seperti nyeri sendi atau bahkan gout. Mengonsumsi melinjo dalam porsi yang wajar tidak akan berbahaya bagi tubuh yang sehat. Justru, dalam jumlah tepat, kacang ini bisa menjadi sumber energi dan gizi yang baik.
Melinjo juga sangat fleksibel dalam pengolahan. Selain digoreng sebagai emping, bijinya bisa direbus dan dicampurkan ke dalam sayur asem, tumisan, atau dijadikan camilan ringan. Rasa gurihnya yang khas memberi cita rasa tersendiri yang sulit digantikan oleh kacang-kacangan lain. Tidak heran jika banyak orang yang menyukai olahan melinjo meski sempat merasa waswas dengan efek “meledaknya” saat dimasak.
Yang menarik, keunikan kacang melinjo ini juga menjadi bagian dari cerita budaya kuliner Indonesia. Di berbagai daerah, pengolahan emping melinjo masih dilakukan secara tradisional—dikupas, dipipihkan, dijemur, lalu digoreng hingga renyah. Proses ini bukan sekadar aktivitas dapur, tetapi bagian dari warisan keluarga dan masyarakat yang telah dijaga selama bertahun-tahun.
Maka, saat kita berbicara soal kacang yang meledak saat dimasak, kita tak hanya sedang membicarakan kejutan kecil di wajan, tetapi juga tentang kekayaan rasa, nilai gizi, dan cerita lokal yang layak diapresiasi. Melinjo, dengan segala keunikan dan manfaatnya, membuktikan bahwa makanan sederhana pun bisa menjadi istimewa jika dilihat lebih dekat. Mengolahnya dengan bijak dan menikmatinya dalam takaran yang seimbang adalah cara terbaik untuk merayakan kehadirannya dalam tradisi kuliner kita.
Posting Komentar